Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikenal sebagai Negara Hukum, namun hal ini tidak berarti bahwa seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke paham atau mengerti betul tentang hukum. Indonesia disebut sebagai negara hukum maksudnya adalah bahwa Bangsa Indonesia menjunjung tinggi hukum. Sebuah istilah yang familiar yang sering diucapkan oleh pakar – pakar hukum untuk menggambarkan bahwa kebedaraan hukum berada pada tempat yang utama, dikenal dengan istilah “HUKUM SEBAGAI PANGLIMA”. Istilah tersebut hampir tidak terlewatkan diucapkan pada diskusi – diskusi yang bertajuk hukum dalam tayangan televisi atau diskusi – diskusi offline dan sangat dikenal pada dunia akademis, bahkan ketika dalam perdebatan khusus mengenai sebuah kasus hukum yang sedang terjadi, pihak – pihak yang terlibat dalam perdebatan tidak jarang menyebutkan istilah tersebut.
Namun pokok pikiran yang akan dibahas dalam arikel ini tidaklah menyangkut soal istilah “HUKUM SEBAGAI PANGLIMA” tersebut. Namun membahas salah satu istilah dalam hukum yang mungkin sangat jarang diketahui oleh masyarakat luas, namun sangat familiar dikalangan praktisi hukum atau pun mahasiswa hukum yakni PRODEO DAN PRO BONO. Apakah yang dimaksud dari istilah – istilah tersebut ?
Kata Prodeo dan Probono dalam dunia hukum sering disamakan pemakaianya bagi beberapa kalangan, karena pada prinsip kedua kata ini memilki makna yang sama yaitu dalam hal pemberian bantuan hukum secara Cuma – Cuma apakah itu beracara di pengadilan, pendampingan, memberikan pendapat hukum, atau pun untuk konsultasi masalah hukum yang dihadapi. Tetapi sebenarnya kedua istilah ini merupakan dua istilah yang memang berbeda satu sama lain.
Sudikno Mertokusumo dalam buku yang berjudul Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi kelima, Ketidakmampuan masyarakat secara finansial untuk menuntut haknya sesuai dengan prosedur hukum, sehingga perlu diadakan kebijaksanaan untuk dapat mengajukan perkara Prodeo dalam Peradilan Sema Nomor 10 Tahun 2010 131 Jurnal Hukum, Vol. 13 Nomor 1 dengan tidak terbentur oleh biaya, khususnya dalam berperkara perdata, oleh karena itu diperlukan suatu prosedur untuk mengajukan perkara – perkara secara Cuma – cuma/tidak perlu membayar panjer perkara (prodeo).
- Prodeo
Pengertian Prodeo menurut Viswandro istilah prodeo dapat diartikan sebagai gratis; Cuma – cuma; tanpa biaya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Prodeo juga diartikan sebagai cuma-cuma; gratis. Jadi Prodeo adalah pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu tanpa dipungut biaya yang diberikan oleh negara dalam bentuk layanan bebas biaya berperkara dipengadilan. Negaralah yang mengambil tanggungjawab atau menanggung biaya proses perkara dipengadilan di tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK). Ketentuan mengenai prodeo terdapat pada pasal 1 angka (2) dan (4) peraturan nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di pengadilan. Kemudian untuk dapat memperoleh layanan pembebasan biaya perkara ini, setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat mengajukan permohonan pembebasan biaya perkara secara tertulis dan melengkapi syarat – syarat yang diperlukan.
- Pro Bono
Pro bono dapat dikatakan istilah kebalikan dari Prodeo. Pro bono adalah suatu perbuatan atau pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu tanpa dipungut biaya. Probono dalam Kamus Hukum (The Law Dictionary) memberi devinisi pro bono sebagai berikut:
A latin term meaning for the public good. It is the provision of services that are free to safeguard public interest, dan apsbila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia buntinya sebagai berikut: “istilah latin yang berarti untuk kepentingan umum. Ini adalah penyediaan layanan yang bebas untuk melindungi kepentingan umum”.
Simpulan yang dapat diambil dari pengertian di atas bahwa pro bono adalah pemberian layanan atau bantuan hukum yang diberikan secara cuma – cuma. Prodeo adalah bantuan hukum secara cuma – cuma yang diberikan oleh negara, sementara bantuan atau layanan hukum gratis pro bono diberikan oleh Pengacara atau Advokat sebagaimana isi pasal 22 ayat (1) undang – undang nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat atau yang dikenal dengan sebutan undang – undang advokat. Bunyi pasal 22 ayat (1) undang – undang advokat tersebut adalah :
“Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”.
Walaupun layanan yang diberikan pengacara/advokat secara gratis kepada mereka yang tidak mampu, sekali – kali Pengacara tidak dibenarkan atau tidak boleh memandang remeh atau enteng perkara yang dibantu, dengan kata lain pengacara wajib memberikan kualitas perhatian yang sama seperti ketika mengurusi perkara profit atau berbayar. Hal tersebut diamanatkan dalam Kode Etik Advokat pada pasal 4 huruf (f) yang berbunyi :
Advokat dalam mengurus perkara cuma – cuma harus memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
Simpulan akhir dari pengertian diatas adalah bahwa Pengcara atau Advokat wajib memberikan bantuan atau layanan hukum probono kepada masyarakat baik individu (perorangan) atau kelompok pencari keadilan yang status ekonominya kurang beruntung atau tidak mampu dengan kualitas perhatian yang sama dengan
Untuk itu bagi pencari keadilan yang sedang tersangdung kasus hukum dan secara ekonomi benar – benar tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk membayar atau menyewa seorang pengacara, tidak perlu kuatir untuk mendatangi kantor pengacara atau lembaga yang bergerak di bidang bantuan hukum untuk berkonsultasi dan meminta bantuan jasa mereka.
Referensi:
- Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi kelima, (Yogyakarta: Liberty, 1998), h. 16
- Kamus Hukum
- Kode etik Advokat
Dasar Hukum:
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
Disclaimer:
Informasi yang termuat dalam website ini disajikan untuk tujuan informasi umum, tidak dimaksud sebagai nasihat hukum dan tidak menggantikan seorang pengacara, serta informasi yang disajikan mungkin tidak berlaku untuk keadaan faktual atau hukum tertentu.