PERBANDINGAN SISTIM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW SYSTEM) DENGAN SISTIM HUKUM EROPA CONTINENTAL (CIVIL LAW SYSTEM)

PERBANDINGAN SISTIM HUKUM ANGLO SAXON (COMMON LAW SYSTEM) DENGAN SISTIM HUKUM EROPA CONTINENTAL (CIVIL LAW SYSTEM)

  1. PENDAHULUAN

Perbandingan sistim hukum dan peradilan sebagai salah satu objek kajian dan sekaligus sebagai salah satu metode pendekatan dalam perspektif hukum dan ilmu hukum dalam arti yang luas. Perbandingan sistim hukum dan peradilan seakan menjadi tuntutan kebutuhan semua Negara – Negara dewasa ini, terutama untuk mengetahui sistim hukum yang dianut Negara yang akan bermitra dan atau sedang menjalin hubungan diplomatic dengan Negara – Negara yang berangkutan.…

Hal yang membuat atau mendorong minat besar bagi suatu Negara untuk melakukan pengkajian atau studi banding tentang sistim hukum dan peradilan adalah tidak terlepas dari kecenderungan global negara – negara yang mengklaim sebagai Negara hukum, rechtstaat, rule of law, socialist legality, dan di Indonesia mengenal dengan konsep Negara hukum Pancasila.…

Istilah sistim hukum sering juga disebut sebagai tradisi hukum yang memiliki kekayaan keilmuan yang bisa ditelisik secara mendalam melalui proses perbandingan yang holistikm dan konprehensif.  Perbadningan tersebut dapat dilihat melalui sebuah nilai atau karakteristik dari masing – masing sistim hukum tersebut seperti : idiologi, letak geografis, persamaan sejarah, suku atau ras, sumber hukum, institusi atau lembaga hukum yang unik dan lain sebagainya.…

Negara-negara eropa pada umumnya sistim hukumnya tidak terlepas dari hasil resepsio sistim hukum Roman (Roman Law System) yakni sistim hukum Romawi, terutama Kitab Hukum Justianus “Corpus Juris Civilis”. Demikian juga sistim hukum Amerika Serikat hasil resepsio dari sistim hukum inggris yang dikenal dengan Cammon Law Systim yang berasal dari hukum kebiasaan warga masyarakat pribumi Inggris yaitu Angel dan Saxon (Anglo Saxon).[1]

Sistim hukum dari Eropa Kontinental memiliki karakter anti formalism yang berkebalikan dengan sistim anglo saxson yang berkarakter atau bercorak formlism, seperti yang kebanyakan terjadi dalam sitim hukum primitif atau hukum-hukum terdahulu.…

Stempel Negara hukum bagi suatu Negara menimbulkan konsekuensi untuk memperbaharui dan membangun sistim hukumnya lebih mapan dan modern yang dapat disetarakan dengan negara – negara lain, dan untuk itu maka salah satu metode ilmial yang dapat ditempuh adalah dengan jalan melakukan studi perbandingan system hukum dan peradilan.…

Dari hasil studi tersebut adakan diperoleh sebuah deskripsi tentang sisi-sisi persamaan dan  perbedaan antar satu sistim hukum Negara satu dengan Negara lainnya, dan kemudian dilihat segi-segi positifnya yang sekiranya bila diresepsio tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan rasa keadilan dan budaya yang dianut masyarakat.…

Resepsio terhadap sistim hukum plus peradilan dalan arti yang luas bukanlah merupakan hal yang tabu dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan sistim hukum dibunia. Sebagaimana telah disinggung pada kalimat sebelumnya bahwa Negara – Negara Eropa pada umumnya dipengaruhi oleh sistim hukum Romawi terutama Kitab Hukum Justinianus “Corpus Juris Civil”, dan dilain pihak Amerika dipengaruhi sistim hukum Inggris yang dikenal dengan Cammon Law System, bahkan Indonesia sendiri menganut sistim hukum Eropa Continental (Civil Law Sytem) yang diresepsio dari sistim hukum Belanda yang berakar dari Roman Law System.…

Namun apabila ditelisik kembali dengan sistim hukum yang bertengger di Indonesia yang begitu pluralis rasanya tidak dapat dimungkiri jika Indonesia dapat disebut menganut sistim hukum campuran yakni percampuran atau perpaduan antara Eropa Continental System (Civil Law System) dan Anglo Saxson (Cammon Law System), hal ini dapat terlihat dimana dahulu kala semasa penjajahan dimana beberapa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti Pulau Kalimantan dibawah jajahan Inggris, Papua (Merauke) dimana kedua wilayah ini sangat dekat dengan Negara yang menganut system hukum Anglo Saxson misalnya Papua dengan Australia, Kalimantan Tengah dengan Malaysia, Berunai Darusalam, Singapura dan lain – lain. Jika memperhatikan keberadaan tersebut sistim hukum mana dari kedua sistim hukum tersebut Anglo System atau Eropa Continental, bisa saja atau dapat dikatakan bahwa Indonesa menganut sistim campuran atau Mixed System.

II. PEMBAHASAN                                                                                                                   a.Perspektif  Sejarah                                                                                                        1.Sejarah Sistim Hukum Eropa Kontinental (Civil Law System)

Pada awalnya sistim hukum Eropa Kontinental berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justinianus pada abat Ke VI SM. Kondifikasi merupakan kumpulan dari berbagai hukum yang ada sebelum masa Justinianus yang disebut “Corpas Juris Civilis” dan dalam perkembangan prinsip – prinsip hukum yang ada didalamnya dijadikan sebagai dasar perumusan dan kodifikasi hukum di Negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika Latin, dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda.[2]

Hukum Romawi inilah menjadi cikal bakal dari sistim hukum Eropa Kontinental, meskipun hukum Riomawi merupakan roh dari sistim hukum Eropa Kontinental tetapi pengaruh hukum Romawi tersebut juga sangat kuat terasa dalam perkembangan hukum Anglo Saxson. Karena banyak pencipta system hukum Anglo Saxson sudah terlebih dahulu mempelajari system hukum Romawi atau system hukum Eropa Kontinental. Dari sana, akhirnya sistim hukum Eropa Kontinental biasa disebut sebagai hukum Romano-Germania, atau sering disebut Civil Law System.[3] Hukum Romawi yang merupakan hukum materil dan hukum Kanonik yang merupakan hukum procedural, telah merubah kehidupan di Negara-negara yang termasuk Eropa Kontinental.[4] Inggris juga yang semula menganut sistim hukum Jerman yang feudal, terluput dari pengaruh infiltrasi Hukum Romawi (Roman Law System), sehingga di Inggris yang berlaku adalah hukum asli pribumi. System hukum yang dianut oleh Negara-negara Eropa Kontinental yang berakar dan bersumber dari Hukum Romawi inilah hingga saat ini dikenal dengan sebutan Civil Law. Penggunaan terminus tersebut disebabkan oleh karena Hukum Romawi semula bersumber dari karya agung Kaisar Justianus”Corpus Juris Civilis”. Jadi kata Civil diambil dari kata Civilis. Dalam penyebarannya system ini di anut oleh Negara-negara Eropa Kontinental sehingga disebut pulalah dengan system Eropa Kontinental.[5] Corpus Juris Civilis merupakan suatu Kompilasi Hukum yang disusun oleh ahli hukum Romawi yakni Ulpianus, Papinianus, dan Gaius atas arahan dan petunjuk Raja Byzantine yaitu Justinianus pada abad VI Masehi, sehingga biasa disebut juga sebagai hukum Justinianus. Corpus Juris Civilis merupakan kompilasi aturan hukum beripa kodifikasi yang bersumber dari keputusan dan maklumat raja-raja sebelumnya dengan tambahan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi pada saat itu.[6]

Corpus Juris Civilis terdiri atas beberapa bagian, yaitu:[7]

  1. The Institute adalah sebuah risalah sistematis berupa buku ajar kecil yang dimaksudkan untuk pengantar bagi mereka yang baru belajar hukum.
  2. The Digest atau Pandect Digest atau Pandect adalah bagian terpenting dari Corpus Juris Civilis. Bagian ini berisi kompilasi dari beberapa pendapat juris Romawi yang telah disunting, disusun berdasarkan judul atau kategori yang diambil dari zaman klasik sampai dengan abad ke-3M.…
  3. The Code merupakan kumpulan aturan hukum termasuk maklumat dan keputusan mulai dari zaman Hadrian yang disusun secara kronologis dalam masing-masing judul agar bisa dilacak evolusi dari sebuah konsep, di mana fakta-fakta dalam sebuah perkara dibedakan dari fakta-fakta yang serupa dalam kasus sebelumnya.…
  4. The Novels merupakan kumpulan aturan yang dibuat oleh Justinian sendiri, didasarkan pada koleksi pribadi, dan mulai disebarluaskan antara tahun 553 dan 544M.…

Bagian terpenting dari keempat bagian Kitab Hukum tersebut adalah pada bagian The Digest dan The Code, karena pada bagian inilah secara lengkap dan sistematik diatur berbagai-bagai aturan dan kaidah hukum serta bagaimana cara kerja dari badan pembuat undang-undang. Kedua bagian dimaksud telah memberi pengaruh yang bersar terhadap perkembangan system hukum Eropa Kontinental.…

  1. Sejarah Sistem Hukum Anglo Saxson ( Common Law System)

Sistem hukum Anglo Saxson atau Common law system diterapkan dan mulai berkembang sejak abad ke-16 di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat  berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan Negara-negara bekas koloni Inggris (negara persemakmuran/ commonwealth).[8] Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku seperti halnya di Civil law. Sumber hukum tertinggi hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan / telah menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut common law system atau unwritten law (hukum tidak tertulis).…

Sejarah hukum common law dimulai dari tahun 1066 ketika sistem pemerintahan di Inggris bersifat feodalistis, dengan melakukan pembagian wilayah yang dikuasakan ke tangan Lord dan rakyat harus menyewanya kepada Lord tersebut. Kekuasaan lord yang semakin besar menyebabkan ia dapat membentuk pengadilan sendiri yang dinamakana dengan Minoral Court. Pengadilan ini menjalankan tugasnya berdasarkan hukum kebiasaan setempat dan hukum yang ditetapkan oleh Lord sendiri. Akibatnya muncul kesewenangan dan berbagai penyelewengan yang juga melahirkan pemberontakan-pemberontakan hingga arhirnya tercium oleh Raja Henry II (1154-1180). Pengadilan ini menjalankan tugasnya berdasarkan hukum kebiasaan setempat dan hukum yang ditetapkan oleh Lord sendiri. Akibatnya muncul kesewenangan dan berbagai penyelewengan yang juga melahirkan pemberontakan-pemberontakan hingga arhirnya tercium oleh Raja Henry II (1154-1180). Kerajaan Inggris lantas berinisiatif mengambil beberapa kebijakan yaitu:[9]

  1. Disusunnya suatu kitab yang memuat hukum Inggris pada waktu itu. Agar mendapatkan kepastian hukum kitab tersebut ditulis dalam bahasa latin oleh Glanvild chief justitior dari Henry II dengan judul Legibus Angliae;…
  2. Diberlakukannya writ system, yakni surat perintah dari raja kepada tergugat agar membuktikan bahwa hak-hak dari penggugat itu tidak benar. Dengan demikian tergugat mendapat kesempatan untuk membela diri;…
  3. Diadakannya sentralisasi pengadilan (Royal Court) yang tidak lagi mendasarkan pada hukum kebiasaan setempat melainkan pada Common Law, yang merupakan suatu unifikasi hukum kebiasaan yang sudah diputus oleh hakim (yurisprudensi). Hal ini menjadi langkah besar bagi kemajuan hukum di Inggris pada masa itu.…

Akibat banyaknya perkara dan keterbatasan Royal Court dan sistem writ dalam mengadili, maka penduduk Inggris kemudian mencari keadilan kepada pimpinan gereja atau Lord of chancellor. Pengadilan yang dilakukan oleh pimpinan gereja menurut sistem hukum Inggris tidaklah bertentangan, karena pada saat itu pengadilan Royal Courtdidasarkan pada common law dan hakim-hakimnya bertindak atas nama raja (fons iustitiaeatau raja selaku sumber keadilan dan kelayakan). Sedangkan pengadilan Court of Chancery didasarkan pada hukum gereja atau hukum kanonik dan hakimnya adalah seorang rohaniawan. Sistem penyelesaian perkara di pengadilan ini dikenal sebagai sistem equity, yakni sistem penyelesaian perkara yang didasarkan pada hukum alam (ketuhanan) atau keadilan.…

Dengan semakin banyaknya minat dari masyarakat untuk mencari keadilan kepada Lord of Chancellor menyebabkan terbentuknya pengadilan tersendiri yaitu Court of Chancerry di samping Royal Court yang telah ada. Untuk keselarasan, maka pengadilan Inggris melakukan reorganisasi (judicature act) pada tahun 1873-1875, yaitu meletakkan satu atap pengadilan Royal Court dan Court of Chancerry. Penyelesaian-penyelesaian perkara tidak lagi berbeda, yakni perkara-perkara Common Law (cases at Common Law) maupun perkara-perkara Equity (cases at Equity) sama-sama diajukan ke salah satu pengdilan tersebut.[10]

Keunikan atau kekhasan tatanan hukum Inggris adalah peranan penting yang dimainkan oleh Juri di dalam institusi peradilan. Asal mulanya sistem ini dapat ditelusuri kembali sampai periode kedua abad XII, dengan kata lain sampai periode yang sama dengan terbentuknya common law. Juri di dalam perkara-perkara hukum baru terbentuk sebagai akibat sederetan tindakan untuk menghindari apa yang disebut “godsoordelen” atau putusan-putusan kehendak Tuhan atau setidak-tidaknya menghapuskannya. Pada tahun 1166 raja misalnya telah mengeluarkan writ baru, ialah writ of novel disseisin, dimana ia memerintahkan sherrif untuk mengumpulkan dua belas orang dari daerah tertentu untuk menerangkan di bawah sumpah apakah pemegang kekuasaan atas sebidang

tanah secara keliru dan tanpa vonis telah mengeluarkan pihak penggugat dari tanah tersebut. Dengan demikian telah dicegah atau dikurangi terjadi duel peradilan di dalam kebanyakan proses di sana.…

Hampir bersamaan dengan hal itu maka penuntut umum di dalam perkara-perkara pidana diganti oleh sebuah jury. Jury ini, yang kemudian disebut grand jury, terdiri dari 23 orang yang telah diangkat sumpah dari setiap County (distrik), 12 yang diangkat sumpah dari tiap 100 orang yang harus mengajukan tuntutan (indictment) terhadap kejahatan-kejahatan tersebut (pembunuhan, pencurian dan sebagainya) orang-orang yang  diangkat sumpah tersebut harus memutuskan berdasarkan pengetahuan mereka sendiri atas perkara ini dan juga mengenai apa yang menjadi buah mulut orang-orang di daerah yang bersangkutan. Mereka tidak boleh mengumpulkan bahan-bahan bukti. Hal yang disebut terakhir ini adalah tugas sebuah juri kedua, yang disebut petty jury yang selaku demikian terdiri dari dua belas “boni homines” (orang laki-laki yang baik), yang diangkat sumpah dipilih dari warga negara setempat. Juri mencapai vonis melalui evaluasi pengetahuan lokal yang umum, tidak harus melalui penyajian bukti, faktor pembeda dari sistem pengadilan civil law.…

Henry II mengembangkan sendiri praktik pengiriman hakim dari pengadilan pusat

untuk mendengar berbagai perselisihan di seluruh negeri. hakim akan menyelesaikan sengketa secara ad hoc sesuai dengan apa yang mereka tafsirkan. hakim raja kemudian akan kembali ke London dan membahas kasus mereka dan keputusan yang mereka buat dengan hakim lainnya. Keputusan ini akan dicatat dan diajukan. Dalam waktu, aturan, yang dikenal sebagai stare decisis (juga dikenal sebagai preseden) dikembangkan, dimana hakim akan terikat untuk mengikuti keputusan hakim sebelumnya, dia diperlukan untuk mengadopsi interpretasi sebelumnya hakim hukum dan menerapkan prinsip-prinsip yang sama diumumkan oleh hakim sebelumnya jika dua kasus harus fakta mirip satu sama lain. Setelah hakim mulai menganggap keputusan masing-masing menjadi preseden yang mengikat, sistem pra-Norman dari adat istiadat setempat dan hukum yang berbeda-beda di setiap wilayah digantikan oleh sistem yang (setidaknya dalam teori, meskipun tidak selalu dalam prakteknya) umum di seluruh keseluruhan negara, maka nama “Common Law”.[11]

  1. Karakteristik Sistim Hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxson          A. Karakteristik Sistim Hukum Eropa Kontinental

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai karakteristik dari masing-masing system hukum antara Eropa Kontinental dan Anggo Saxson. Dari kedua sistim hukum tersebut tentunya memiliki ciri dan karakter berbeda. Ada pun yang menjadi karakteristik sistim hukum Eropa Kontinental sebagai berikut :[12]

  1. Adanya system kodifikasi.

Kodifikasi adalah proses menghimpun dan menyusun secara sistimatik berbagai hukum, regulasi atau peraturan di bidang tertentu yang ditetapkan oleh Negara. Produk dari kegiatan kodifikasi dapat berupa kitab undang-undang (wet,code).[13]

Sistim hukum Eropa Kontinental menganut paham kodifikasi karena demi kepentingan politik Imperium Romawi, disamping kepentingan-kepentingan lain diluar itu. Wilayah kekuasaan Imperium Romawi melintasi Eropa Barat dan Timur, sehingga kodifikasi diperlukan untuk menciptakan keseragaman hukum dalam dan di tengah-tengah keberagaman hukum di wilayah Imperium Romawi.…

2. Hakim tidak terikat pada preseden atau doktrin stare decisis, sehingga undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama.

Karakteristik yang kedua melekat pada sistim Civil Law, tidak dapat dilepaskan dengan ajaran pemisahan kekuasaan yang telah mengilhami terjadinya revolusi Perancis. Paul Scholten (1974:85), mengatakan maksud pengrganisasian organ-organ negara Belanda tentang adanya pemisahan antar kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistim kasasi serta kekuasaan eksekutif, dan tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan yanglainnya, adalah dengan cara itu, maka terbentuklah yuris prudensi.…

3. Sistim peradilannya bersifat inkuisitorial.

Dalam sistim ini hakim mempunyai peranan besar dalam mengarahkan dan memutuskan suatu perkara. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta dan cermat dalam menilai alat bukti. Friedman (1984:69), mengatakan bahwa hakim di dalam sistim Civil Law berusaha untuk mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistim ini mengandalkan profesionalisme dan kejujuran hakim. Sistim peradilan Civil Law menurut friedman lebih efisien, lebih tidak berpihak (imparsial), dan lebih adil dibandingkan dengan system yang berlaku di Common Law System.…

B. Karakteristik Sistim Hukum Anglo Saxson ( Common Law System)

Yang menjadi karakteristik dari sistim hukum Anglo Saxson (Common Law System) adalah sebagai berikut:…

  1. Yurisprudensi sebagai sumber hukum utama

Dianutnya yurisprudensi sebagai sumber hukum utama dalam common law merupakan produk dari perkembangan hukum Inggris yang luput dari pengaruh Hukum Roman. Menurut Philip S.James (1985:16), ada dua alasan mengapa yurisprudensi dianut dalam sistim Common Law, yaitu :

  • Alasan psikologi
  • Alasan praktis                                                                                                                                                         2. Menganut Doktrin Stare Decisis/Sistem Presedent

Doktrin Stare Decisis secara substansial mengandung makna bahwa hakim terikat untuk mengikuti dan atau menerapkan putusan pengadilan terdahulu baik yang ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus serupa. Hakim pengadilan Inggris dengan menerapkan doktrin ini otoritas pengadilan bersifat hirarki, yaitu pengadilan yang lebih rendah harus mengikuti putusan pengadilan yang lebih tinggi untuk kasus yang serupa.…

3. Adversary Sistem dalam proses peradilan

Dalam sistim ini kedua belah pihak yang bersengketa masing-masing menggunakan lawyer berhadapan dengan hakim. Para pihak masing-masing menyusun strategi sedemikian rupa dan mengemukakan dalil-dalil dan alat-alat bukti sebanyak-banyaknnya di pengadilan. Jadi yang berperkara merupakan lawan antar satu dengan yang lainnya yang dipanglimai oleh lawyersnya masing-masing.…

III. Perbandingan Sistim Hukum Eropa Kontinental (Civil Law Systim) dengan Sistim Hukum Anglo Saxson (Common Law System) Dalam Peradilan Pidana.

Civil Law dan Common Law merupakan dua sistim hukum yang berbeda. Satjipto Rahardjo dalam bukunya Ilmu Hukum berpendapat bahwa di dunia ini kita tidak jumpai satu sistim hukum saja, melainkan lebih dari satu. Adapun sistim hukum yang dimaksud disini meliputi unsur-unsur seperti : struktur, kategori, dan konsep. Perbedan dalam unsur-unsur tersebut mengakibatkan perbedaan dalam sistim hukum yang dipakai. Lebih lanjut Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa kita mengenal dua sistim hukum yang berbeda-beda, yaitu sistim hukum Eropa Benua dan sistim hukum Inggris. Orang juga lazim menggunakan sebutan sitim hukum Romawi-Jerman atau Civil Law System untuk pertama, dan Common Law System untuk yang kedua.[14].…

A. Sistim Hukum Pidana Eropa Kontinental (Civil Law System)

Sistim hukum ini berkembang di Negara-negara Eropa daratan. Sistim hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undag-undang dan tersusun secara sistimetik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan system hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (Doctrins Res Ajudicata).[15]

  1. Perancis

Perancis merupakan suatu Negara yang menganut sistim hukum pidana Civil Law yang telah memberi otoritas hukum bagi penyelesaian suatu tindak pidana melalui mediasi yang dikenal dengan Victim Offender Mediation (VOM). Sejak dilakukan amendemen terhadap KUHAP perancis maka terlihat dengan jelas adanya dasar hukum yang kuat bagi korban dan pelaku untuk menyelesaikan suatu perkara  tindak pidana melalui pendekatan mediasi, yang kemudian diikuti oleh beberapa ketentuan yang mengatur tentang hak korban untuk menyelesaikan suatu perkara tindak pidana melalui mediasi.…

Peran serta lembaga VOM dalam proses mendiasi penyelesaian suaru tindak pidana diatur dalam sistim hukum pidana Perancis. Lembaga ini dapat diterapkan baik kepada pelaku tindak pidana dewasa maupun remaja yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu tindak pidana melalui kesepakatan setelah adanya syarat yang telah dipenuhi oleh pelaku, yaitu suatu pengakuan bersalah, sikap korban yang mendukung dimungkinkannya dilakukan bersifat material, termasuk mewajibkan VOM untuk membuat laporan atas hasil yang dicapai kepada penuntut umum sebagai dasar untuk menentukan kasus tersebut ke jenjang penuntutan atau akan menghentikan kasus tersebut.[16]

  1. Jerman

Dalam konteks perlindungan terhadap korban., hukum pidana Jerman membedakan dalam dua kategori tindakan yang dapat dilakukan, yakni suatu tindakan yang dapat dilakukan tanpa melalui proses peradilan dan tindakan yang dilalui dengan mengikuti proses peradilan karena undang-undang Hukum Pidana di Jerman memberi kewenangan kepada penuntut umum untuk dapat melakukan hal tersebut.…

Penetapan upaya-upaya tersangka pelaku tindak pidana untuk melakukan rekonsiliasi adalah sebuah alasan khusus agar proses penuntutan tidak dilanjutkan oleh penuntut umum dan dengan demikian, atas alasan pertimbangan yang sama, hakim dapat mengakhiri kasus tersebut. Berdasarkan pasal 10 Jevenile Justice Act 1953, Hakim dapat meniadakan kasus dengan cara memerintahkan untuk melalukan proses mediasi sebagai bagian dari sebuah prosedur pembelajaran atau edukasi. Kondisi ini dimaksud untuk memberi hukuman kepada si pelaku serta untuk memperjelas bahwa suatu ketidakadilan telah terjadi, jaksa juga memiliki hak untuk memerintahkan pelaku untuk melakukan kewajiban perbaikan melalui bentuk ganti rugi lainnya untuk kepentingan korban.…

Sistim hukum pidana di Jerman dikenal sistim sanksi pidana bersyarat dimana pelaku ditempatkan dalam suatu tempat yang asing baginya dan selam dalam periode di tempat pengasingan pelaku diberi kesempatan untuk melakukan ganti rugi melalui restitusi sebagai dasar pemberian pembebasan bersyarat. Bentuk restitusi dapat dialkukan melalui permohonan maaf yang tulus (ganti rugi non materiil) atau melalui pemberian ganti rugi rugi materiil. Hal ini menjadi dasar pertimbangan pengurangan hukuman terhadap pelaku bagi hakim yang akan memutuskan.…

Apabila terdapat mediasi atau pelaku tindak pidana telah melakukan pembayaran kompensasi kepada korban, pengadilan dapat mengurangi hukuman dengan salah satu dari dua cara. Kemungkinan kedua adalah suatu reduksi atau pengurangan hukuman, hal ini diterapkan berlaku sama untuk memberikan putusan penghukuman yang lebih dari satu tahun penjara.[17]

  1. Belanda

Negeri Belanda konsep pendekatan restoratif tidak mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan praktisi maupun akademisi. Seiring perkembangan zaman muncul studi tentang penyelesaian suatu tindak pidana melalui mediasi, conferencing, dan bentuk-bentuk pendekatan restorative lainnya. Sistim hukum pidana Belanda belum mengatur kelembagaan pendekatan restoratif, namun dalam peraturan perundang-undangan hukum pidana bagi remaja telah mengadopsi berbagai berbagai jenis sanksi alternative yang sering dipergunakan untuk menghindari adanya sanksi-sanksi pemenjaraan. Garis besar bentuk-bentuk yang tersedia dari sanksi-sanksi alternative adalah sebagai berikut:

  • HALT, merupakan sanksi alternatif khusus bilamana polisi dapat mengusulkan kepada pelaku remaja untuk mengikuti prose penyembuhan melalui suatu program untuk menghindari adanya suatu proses penuntutan dan kepada para pelaku ditawarkan suatu pekerjaan atau kempensasi atas kerugian untuk paling banyak sejumlah 20 jam.……
  • Kerja Sosial, yaitu suatu pekerjaan sosial yang diterima sebagai ganti sanksi pidana lainnya, yang diharapkan akan dapat membangun rasa tanggung jawab pelaku tindak pidana.……
  • Pekerjaan sebagai kompensasi atas kerusakan-kerusakan yang terjadi, harus dibuat secara tegas dalam rangkaian dari skema tersebut.…
  • Skema-skema pembelajaran (learning schemes). Jenis pembelajaran yang akan diterapkan adalah disesuaikan pada sifat/karakter dari tindak pidana yang telah dilakukan seperti proyek pembelajaran focus terhadap korban, proyek pembelajaran pendidikan seksual, proyek pembelajaran kecakapan sosial.[18]…                                B. Sistim Pidana Anglo Saxson (Common Law System)

Sistim hukum anglo saxson(common law system) adalah sistim hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan – keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistim hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun Negara bagian Louisiana mempergunakan system hukum bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Sistim hukum anglo saxon, hukum lebih menjolkan digunakan oleh hakim dalam memutus perkara.[19]

Kata anglo saxson  berasal dari nama bangsa yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang kemudian ditahlukan oleh Hertog Normandia, William. William mempertahankan hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum yang berasal dari sistim hukum Eropa Kontinental. Nama Anglo Saxson, sejak abad ke-8 lazim dipaki untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang ebrasal dari suku-suku Anglia, dan Yut. Konon, pada tahun 400M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk menahlukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655M. Sistim hukum Anglo Saxson cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistim jurisprudensi dianggap lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan masyarakat secara nyata. Putusan hakim/pengadilan merupakan sumber hukum Anglo Saxson. Dalam sistim hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam mebentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menfasirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu hakim bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis. Sistim hukum ini menganut doktrin yang dikenal dengan nama “ The Doctrine Of Precedent/ Stare Decisis. Doktrin ini pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkapenyandang can putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).[20]

  1. Amerika Serikat

Penyelesaian tindak pidana melalui mediasi di Amerika Serikat dikenal sejak tahun 1970, yaitu adanya kembaga korban tindak pidana maupun para pelaku tindak pidana karena proses tersebut tidak berat sebelah.

  • Memberikan suatu kontribusi untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan diantara para korban tindak pidana.
  • VOM dapat efektif dalam menagani para remaja pelaku tindak pidana melalui proses penyelesaian yang lebih awal.
  • VOM mendapat dukungan dari pejabat pengadilan dan personalia badan-badan lain.
  • Para korban merasa mediasi bersifat sukarela.[21]

Apabila mentelisik peradilan pidana di Amerika Serikat, setiap orang yang dituduh melakukan kejahatan diancam dengan hukuman penjara selama lebih dari enam bulan memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan pengadilan oleh juri. Juri dibeberapa Negara bagian dipilih memalui pendaftaran. Sebuah formulir dikirm ke juri calon untuk melakukan pra-kualifikasi dengan meminta calon untuk menjawab pertanyaan tentang kewrganegaraan, kemampuan penyandang cacat, pemahaman bahasa inggris, dan apakah mereka memiliki kondisi atau alasan untuk mereka menjadi anggota juri. Di Amerika Serika dapat dipahami bahawa juri biasanya mempertimbangkan bukti dan kesaksian untuk menentukan pernyataan-pernyataan hukum. ada banyak perdebatan tentang keuntungan dan kerugian dalam sistim juri, kompetensi atau ketiadaan dari juri sebagai fakta-finders, dan keseragaman atau ketidakteraturan keadilan yang mereka kelola. Sebagai fakta penemu, juri diharapkan memenuhi peran sebagai pendetektor kebohongan.  Mengikuti tradisi Inggris, Juri Amerika Serikat terdiri dari 12(duabelas) juri, dan putusan juri diharapkan untuk mencapai mufakat. Namun dibanyak yuridiksi, jumlah juri seringkali direduksi menjadi jumlah yang lebih kecil (seperti lima atau enam) berdasarkanketentuan legislatif. Beberapa yuridiksi juga mengizinkan vonis harus diputuskan meskipun terdapat perbedaan satu, dua, atau tiga juri. Selama persidangan pengacara menentang sisi pertanyaan saksi yang dipanggil untuk meberikan bukti. Para pengacara juga membuat pembukaan dan penutupan pernyataann kepada juri. Pada akhirnya hakim membuat pernyataan akhir kepada juri. Menurut hukum Amerika Serikat, seseorang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah. Juri tidak harus benar-benar yakin bahwa orang tersebut tidak bersalah. Mereka hanya perlu memiliki pertanyaan yang wajar dalam pikiran mereka. Kecuali mereka yakin bahwa orang tersebut bersalah seperti yang dituduhkan, mereka harus menemukan tersangka tidak bersalah. Juri bertemu secara pribadi untuk mencapai penghakiman. Kebanyakan Negara bagian mewajibkan semua anggota juri dalam kasus criminal untuk menyepakati putusan tersebut.[22]

  1. Kanada[23]

Sistim hukum pidana di Kanada dikenal dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian tindak pidana melalui pendekatan restoratif seperti yang tercantum dalam section 717 KUHP Canada dan Section 4 Young Offenders Act 1984 yang merupakan bagian dari sistim peradilan pidana pada umumnya, namun pelaksanaannya berada pada suatu komisi (community justice committes) atas rujukan dari kepolisian.  Bentuk penyelesaian ini merupakan suatu alternatif penyelesaian yang dapat diterapkan pada kasus-kasus yang berada pada tingkat sebelum dan sesudah dakwaan dibacarakna kepada pelaku tindak pidana. Dalam setiap proses penyelesaian tindak pidana melalui pendekatan restorative, pihak polisi kanada memiliki peran yang sangat besar karena dalam proses, seperti keterlibatan dalam pertemuan-pertemuan keluarga (family group conferencing), pertemuan forum-forum tertentu (community justice forums) yang dirancang untuk menyelesaikan setiap tindak pidana. Berbagai model penyelesaian tindak pidana melalui pendekatan restoratif dan biasanya pilihan model disesuaikan dengan kondisi wilayah Negara bagian Kanada, adalah sebagai berikut :…

  • Proses Resolusi bagi Para Urban di wilayah Winnipeg-Manitoba

Bagi para urban di wilayah Winnipeg-Manitoba, baik bagi pelaku yang masih remaja atau sudah dewasa dilakukan dengan model resolusi restoratif yaitu suatu proses mediasi yang diawali oleh suatu usulan dari para ketua adat masyarakat setempat untuk mencari jalan keluar penyelesaian suatu tindak pidana melaui jalan alternative diluar sistim peradilan pidana termasuk pemilihan jenis sanksi yang dapat menghindari penjatuhan sanksi pidana penjara dan kepada para pihak baik korban maupun pelaku atau masing-masing keluarganya diberi kesempatan untuk melakukan pertemuan yang dapat mendorong tercapainya suatu kesepakatan yang adil dan seimbang. Dalam hal kesepakatan akan dilanjutkan dengan proses pemulihan bagi pelaku maupun korban tindak pidana melalui suatu perundingan. Finalisasi penyelesaian proses ini diikuti dengan pertemuaan khusus untuk meminta pelaku bersedia mempublikasikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat setempat atas perbuatan yang dilakukannya sebagai bentuk penyesalahan dan kemudian pelaku bersedia menandatangani suatu perjanjian yang berisi syarat-syarat yang harus dilaksanakan pada waktu yang ditentukan.…

  • Forum Kerjasama

Di Negara bagian Edmonton Alberta, Canada, terdapat sebuah model penyelesaian tindak pidana (pelaku remaja) yang diawali dengan pertemuan antar tokoh masyarakat yang memang sengaja dirancang untuk dapat mengalihkan proses penyelesaian tindak pidana dari sistim peradilan pidana ke dalam sebuah forum yang terdiri dari gabungan kerja sama antar jasa kepolisian dan sejumlah lembaga-lembaga kemasyarakatan, yang dibentuk oleh penduduk asli. Adapun penentuan sanksi pemidanaan dilakukan melalui suatu pertemuan tentang penentuan sanksi yang akan ditentukan melalui pertemuan yang terdiri dari hakim, jaksa, polisi, pembela, keluarga pelaku, keluarga korban, perwakilan dari penduduk asli, untuk mendiskusikan tentang cara yang terbaik dalam menyelesaikan kasus dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat untuk melakukan rehabilitasi begi pelaku tindak pidana.

  1. Australia

Penyelesaian tindak pidana melaluimediasi di Australia telah lama dikenal yang dilakukan melalui pertemuan oleh para penduduk sipil dan polisi di kota Wagga di negara bagian New South Wales. Bentuk penyelesaian seperti itu telah mengilhami lembaga kepolisian selaku bagian darisistem peradilan pidana untuk menanganitindak pidana yang dilakukan oleh kaum remaja melalui kesepakatan yang diperjanjikan di antara para pihak yangterlibat tindak pidana dan sekaligus mengilhami dikeluarkannya undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh para remaja yaitu YoungOffender Act 1997 Act.…

Apabila di negara bagian New SouthWales konsep tersebut baru diakui pada tahun 1997 maka di negara bagian Australia lainnya seperti Queensland, telah diintrodusir berbagai bentuk penyelesaian tindak pidana melalui konsep conferencing bagi remaja pelaku tindak pidana pada
tahun 1992 dan di negara bagian Australia Capital Territory diakui pada tahun 1986yang dikenal dengan Children Ordinance 1986 Act yang kemudian pada tahun 1993 ketentuan tersebut mulai diberlakukan bagi para remaja. Sedangkan di negara bagianSouth Australia telah dibentuk ketentuantentang yang mengatur tindak pidana bagiremaja yang dikenal dengan Young Offender Act 1993 SA yang dioperasionalkan mulai tahun 1994, dinegara bagian Western Australia tahun 1994 dan di negara bagian Tasmania tahun 1997.…

Conferencing Wagga adalah adalahsebuah bentuk penyelesaian tindak pidana yang pada awalnya, proses operasionalisasinya berada di bawah koordinasi kepolisian.10 Polisi yangbertindak selaku penjaga pintu tunggaldalam menentukan atau menyeleksi para pelaku tindak pidana yang dapat diproses melalui proses penyelesaian conferencing ini, namun sejak tahun 1997 pertanggungjawabannya telah berada di bawah departemen Kejaksaan Agung, sedangkan pengelolaannya terletak pada Youth Justice Conferencing Directorate yang berkedudukan di dalam Department of Juvenile Justice (Departemen Keadilan Remaja). Ketentuan tersebut mengatur tentang proses penyelesaian tindak pidana bagi pelaku yang masih remaja dengan memberi tempat bagi kel;uarga untuk melakukan suatu pertemuan di bawah pengendalian hakim senior dari Pengadilan Remaja.…

Pada umumnya di dalam yurisdiksi Australia, jumlah para pelaku tindak pidana yang dirujuk ke conferencing tetap memperlihatkan sejumlah presentasi yang relatif kecil dari total jumlah kasus yang diproses oleh pengadilan atau yang ditangani oleh polisi namun dalam proses conferencing memperlihatkan bahwa adanya kesadaran yang tinggi di antara pelaku tindak pidana, para pendukungnya dan para korban dalam menyelesaikan tindak pidana melalui conferencing.…

IV. Simpulan

Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam perjalanan sejarah dan perkembangannya hanya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Dilihat dari sejarahnya memang sangat banyak sistem hukum di dunia, akan tetapi yang mempengaruhi terhadap diterapkannya sistem hukum yang digunakan oleh beberapa negara hanya ada dua sistem hukum dalam kelopompok besar yaitu sistem hukum eropa continental dan sistem hukum anglo saxon. Masing masing dari sistem hukum ini memiliki ciri-ciri yang berbeda, baik berdasarkan sumbernya, berdasarkan penggolongannya, dilihat dari proses bekerjanya hukum dan lain sebagainya.…

  1.  Sistim Hukum Eropa Kontinental ( Civil Law System)
  • Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi).
  • Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M).
  • Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi)
  • Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
  • Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.…                                                                            2. Sistim Hukum Anglo Saxson (Common Law System)
  • Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
  • Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan. Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.
  • Susunan Pengadilan-pengadilan Kerajaan : Prosedur Writ.
  • Pada awalnya sang raja sendiri yang memimpin sidang yang diselenggarakan di dalam istananya, yang disebut dengan curia regis. Namun, tidak lama kemudian telah dibentuk bidang-bidang spesialisasi, terpisah dari curia yang sebenarnya. untuk menangani permasalahan-permasalahan tertentu : (1) court of excheqeur scaccarium, sejak abad XII, berwenang dalam bidang-bidang financial dan perpajakan; (2) court of common pleas communia placita, berwenang urusan-urusan pemilikan tanah; (3) king’s bench dari bench coram rage, yang berwenang untuk memeriksa kejahatan-kejahatan terhadap keamanan dan perdamaian di dalam wilayah kerajaan.…
  • Peran Hakim :
  • Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
  • Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.
  • Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent)
  • Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.…
  • Penggolongan

Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”.

  1. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.
  2. Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental.
  3. Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.
  4. Berbdengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
  5. Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.…

[1]  Nurul Qamar, Perbandingan Sistim Hukum Dan Peradilan, Pustaka Refleksi Books, Hal 2-3

[2]  Eriton Muhammad, Sistim Hukum Eropa Kontinental dan Sistim Hukum Anglo Saxson, Unja.ac.id, PPT, Slide 3

[3]  Munir Fuady, Perbandingan Ilmu Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, 2017,Hal. 32

[4]  Iqbal, Muhamad Iqbal, Susanto Susanto, and Moh Sutoro. Functionalization Of E-Court System in Eradicating Judicial Corupption at The Level Administrative Management. Jurnal Dinamika Hukum, V. 19.2 (2021). Hal 370

[5]    Nurul Qomar, Op.cit. Hal 4.

[6]  Susanto, Muhamdah Iqbal. Kedudukan Hukum People Power dan Relevansinya dengan Hak Kebebasan Berpendapat di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum dan Konstitusi V.2.2 (2019). Hal 225.

[7]   Ibid. Hal. 27

[8]  Peter de Cruz, Comparative Law in a Changing World, Cavendish Publishing Limited, London-Sydney, 1999

[9]  NN, The Common and Civil Tradition, 2019, The Robbin Collection (educational use only) Oxford, Hal  3-4.

[10]  Peter De Cruz, Op.Cit.Hal.242

[11]  J.H. Baker,An Introduction to English Legal History, London, 2022.  Farihan Aulia, Sholahuddin Al-Fatih, Perbandingan Sitim Hukum Common Law, Civil Law dan Islamic Law dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir, Direktorak Jendral Imigrasi, Kementerian Hukum dan Ham Wilayah Jawa Timur. V.25 No.1 (2017) hal.105.

[12]   Nurul Qomar, Op.Cit Hal .40.

[13]   Zafrullah Salim, Urgensi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah, Hal.6

[14]   Bernadetha Aurelia Oktavira, Civil Law dan Common Law, Temukan Bedanya Disini, Hukumonline.com, Edisi 27 Juli 2022, diunduh tanggal 30 Oktober 2022, Pukul 19.42 Wib.

[15]   Fajar Nurdianto, Sistim Hukum Dan Posisi Hukum Indonesia, Hal 37, kutipan dari Dedi Soemardi,1997, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta,Indhillco,Hal 73.

[16]   Grace Yurico Bawole, Penerapan Sistim Hukum Pidana Civil Law dan Cammon Law Terhadap Penanggulangan Kejahatan, Lex Crimen, Vol.III/No.3/2014. Hal.77.

[17]   Ibid. Hal. 77-78

[18]   Ibid. Hal. 79

[19]   http://bauk.unimed.ac.id, Definisi Hukum. Diunduh tanggal 30 Oktober 2022, Pukul 21.23.

[20]  Fajar Nurdianto, Op.Cit.  Hal. 39-40.

[21]  Reksodiputro,M. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korporasi,FH. UNDIP, Semarang. Hal 25.

[22]   Nevrina Hastuti, Eksistensi Sitim Juri Dalam Sistim Peradilan Pidana Amerika Serikat, Kementerian Hukum Dan HAM Republik Indonesia, 2013.

[23]   Grace Yurico Bawole, Op.Cit. Hal. 80

 

Disclaimer:

Informasi yang termuat dalam website ini disajikan untuk tujuan informasi umum, tidak dimaksud sebagai nasihat hukum dan informasi mungkin tidak berlaku untuk keadaan faktual atau hukum tertentu.

Scroll to Top
Open chat
Butuh Bantuan?
Selamat datang di Kantor Advokat & Konsultan Hukum Yoedhi Simanjuntak, punya pertanyaan seputar permasalahan hukum dan sebagainya? Silakan hubungi tim kami untuk berkonsultasi lebih lanjut.